Antara Jembatan dan Tongkat Penunjuk Jalan

Memang benar jika Pak Iwan Kadiv News Trans TV --juga kebanyakan makhluk Lt. 3- sering kali menyebutkan "sekolah" untuk station tv yang sekarang kugeluti. Karena bagaimanapun di sini aku lebih banyak belajar daripada bekerja. Tapi mungkin pekerjaanku saat ini adalah belajar. Yah, belajar untuk memahami watak orang yang berbeda-beda, belajar untuk menjamahi --bahkan bersenggama- dengan ranah broadcasting yang terkesan memaksa fikirku untuk bisa "orgasme" dengan pekerjaanku saat ini.
Lagi-lagi memang benar Trans TV adalah "sekolah" bagiku dan semua orang yang ada di dalamnya. Mungkin hanya pribadi berwatak anjing (baca: penjilat) sajalah yang sibuk mencari celah dari sekian kesempi[a]tan yang ada. Mungkin hanya bagi opportunis sajalah yang selalu masyghul (terlena berkepanjangan) dengan kepentingan pribadinya an sich. Kala ini aku merasa kembali menjadi seorang mahasiswa, namun bedanya kini Dosenku adalah semua, tidak hanya yang tercantum dalam KRS atau daftar Syllabus kuliahan saja.
Hari ini aku, Saifullah, Mahasiswa semester I Akademi Broadcast Trans TV, Fakultas News, Jurusan Magazine, Program Kejamnya Dunia, sedikit akan membagi mata kuliah ku hari ini yang disampaikan oleh Mr. Didit tentang makna ke-aku-anku. Katanya yang paling penting dalam hidup ini adalah sejauh mana pribadi kita dapat bermanfaat bagi pribadi yang lain. Oleh karena itu, lanjutnya, ia menyarankan agar kita menjadi sebuah 'jembatan'. Yah... jembatan yang dapat mengantarkan orang untuk mencapai ke halte idamannya. Tapi Pak, aku memotong uraiannya, Aku tidak setuju dengan pendapat itu, bukankah lebih baik kita menjadi tongkat penuntun jalan. Karena selain dapat menuntun orang ke arah tujuannya, tongkat juga akan tiba lebih dulu dari orang yang membawanya. Tidak seperti jembatan yang hanya mengantarkan orang walaupun dia tidak tahu apakah orang yang melewatinya benar-benar sampai ke tempat tujuannya, sementara dirinya sendiri terpaku tidak sampai kemanapun. Yah itu benar, tapi bukan berarti itu salah, dosenku mengomentari dengan senyum khasnya yang agak terkulum. Tapi, lanjutnya, tidakkah kamu dapat bayangkan, bahwa tongkat hanya bermanfaat bagi orang yang memegangnya saja, sedangkan jembatan tidak. Dia bisa dimanfaatkan oleh beribu bahkan berjuta manusia yang 'mau' melewatinya. Yah itu semua terserah anda, Lanjutnya, yang pasti menurutku yang terpenting, pada prinsipnya seberapa banyak pribadi kita bermanfaat bagi yang lain. Itu semua senada dengan sabda sang Nabi saw : "Khoirun nas anfa'uhum linnas".
Akhirnya, itu semua adalah pilihan. Yah pilihan yang harus kita putuskan sekarang juga. Bagaimana dengan anda???

Comments

Popular Posts