Bakti Anak Desa


Sejenak aku tertawa
Mendengar celoteh yang kian menggelitik
Tentang kisah anak desa
Yang baru saja tiba di stasiun kota

Dia tidak sendiri
Karena harapnya selalu menemani
Dia tidak takut setitikpun
Karena tekad telah lama terhimpun

Lalu dia susuri jalan aspal berdebu
Tanpa ada tujuan yang pasti
Hingga akhirnya bertemu sekelompok pemuda
Dengan memegang botol-botol yang asing baginya

Dengan polosnya dia berkata
"Permisi mas, saya mau tanya,
kira-kira mas bisa tunjukin saya tempat kerja tidak"

"Ada... tapi di kota semuanya tidak ada yang gratis,
ade punya uang tidak"

"Cuma 20 ribu rupiah saja mas,
kebetulan kemarin saya baru saja panen singkong di kampung"

Dia tidak pernah curiga
Karena dia tahu tak baik berburuk sangka
Itu pesan yang diingat dari kedua orang tuanya

"Ade tunggu di sini, nanti dikabarin"

Pemuda beranjak pergi
Dan tak pernah kembali
Untuk mengabarkan berita yang dinanti
Lalu dia sadar telah tertipu kali ini

Tapi dia tidak pernah berkeluh
Langkahnya tetap tegap walau harapnya sedikit luluh

Kali ini aku tersenyum
Melihat betapa tangguhnya seorang anak kecil
Yang hanya membawa tekad dan keyakinan
Untuk meraih sebuah harapan
Di kota yang penuh kerikil

Entah...
Apakah aku bisa seperti dia

Malam itu dia tertidur
Sementara senyumnya tetap terbentuk
Menghiasi sebagian tubuhnya yang terkujur
Walaupun dinginnya malam kian menusuk

Pagi itu dia kembali mengukur perjalanan
Dengan sebuah tekad dan keyakinan

Tuhan maha adil
Akhirnya dia berhasil

Lalu dia kembali ke desanya
Tidak sekedar melepas rindu yang kian menggunung
Tapi juga untuk bersujud bakti kepada orang tuanya
Yang telah menyirami benih kasih yang tak pernah terbendung

Namun tak dinyana
Mereka telah tiada
Di alam dunia
Untuk berjalan ke alam penuh pesona

Dia tersedu
Batinnya menangis mengadu
Di depan pusara ayah serta ibu
Lalu berkata dalam kalbu :

Wahai makhluk yang aku rindu kasihnya
Betapa tak kuat aku menghadapi ini
Di kala aku ingin berbakti
Tapi aku tak dapat bersua walau sekejap saja

Wahai makhluk yang aku nanti sayangnya
Sungguh sesalku tak berarti kini
Tangispun tak akn pernah mengobati
Segala nestapa yang memeluk raga dan jiwa

Tapi aku yakin
Tak sebersitpun kalian ingin melihat
Aku menitikkan air mata
Apalagi tenggelam dalam derita

Aku berjanji akan bangkit
Tak hanya untuk mendaki bukit
Tapi terbang mencapai langit

Aku berjanji untuk mendirikan istana
Tidak hanya di dunia
Melainkan untukmu juga di alam sana
Dengan salam dan do'a yang tak terhingga

Sambut aku...
Kini, esok, lusa atau kapanpun nanti
Jika aku bertamu
Di istanamu


Dan sekarang aku menangis
Melihat betapa baktinya anak desa
Yang tak pernah lupa orangtua

Entah apakah aku bisa
Memanfaatkan waktu yang tersisa
Berbakti kepada mereka
Seperti anak desa

Comments

Popular Posts