Dugem

Malam pergantian tahun baru kali ini saya ikut bersama teman saya liputan ke sebuah Club yang berlokasi di dalam plaza senayan jakarta, X2 namanya. Malam itu ada dua tim yang berangkat untuk meliput segala bentuk perayaan malam tahun baru 2008. Tim pertama berangkat 10 menit lebih awal, ada mba Ika dan mas Pir. Mereka berangkat ke arah TMII, karena tema yang kebetulan mereka angkat adalah bagaimana cara perayaan menyambut tahun baru di kalangan orang menengah ke bawah. Sedangkan saya, yang tergabung dalam tim kedua mengambil X2 sebagai salah satu tempat yang dijadikan kaum yang memiliki status sosial yang lebih tinggi, untuk menyambut detik-detik penghitungan mundur demi datangnya tahun 2008.

Sejurus kemudian kami tiba di pelataran parkir Plaza Senayan. Rintik hujan terus berjatuhan, sehingga memaksa kami untuk segera berlari dan berteduh di dalam dinding-dinding tinggi. Lalu, kami menuju ke area foodcourt untuk terlebih dulu mengisi perut yang belum terisi. Sementara teman-teman saya menyantap sepotong ayam dan nasi putih, hati saya terasa was-was, wajar saja karena ini kali pertama saya masuk ke tempat dugem. Batin saya berkecamuk. Sebenarnya saya khawatir, takut kalau ini semua menjadi awal petaka bagi pribadi saya. Saya mencoba untuk tidak terlihat kaku di depan teman-teman saya. Tapi, jantung saya berdebar begitu kencang, sekencang kuda berlari saat berpacu bersama joki di arena pertandingan. Ternyata, jam di layar hp saya memberitahu bahwa 5 menit ke depan saya akan berada di tempat yang bisa dikatakan didominasi oleh kemaksiatan.

Kemudian, saya masuk. Tangan kanan saya distamp. Tidak tampak hasil stempelnya, karena di sini mereka memakai teknik 'blue lighting' (sinar biru), untuk mengecek anggota yang berhak/boleh masuk ke tempat ini. Oohhh... ini yang namanya tempat dugem. Tempat di mana kalangan jet zet melepaskan segalanya.

Aneh. itulah kesan pertama saya ketika menginjak tempat dugem seperti ini. Yah aneh , karena saya heran di tempat yang redup, bising dan udara yang penuh polusi asap rokok seperti ini diyakini bisa menjadi tempat mereka memeluk kebahagiaan. Setitikpun saya tidak bisa merasakan rasa nyaman apalagi mengharap membawa pulang rasa bahagia selepas dari acara seperti ini. Walaupun jujur, kaki saya sedikit saya hentak-hentakan ke lantai kaca. Itu juga karena saya tidak mau terlihat seperti orang asing.

Selepas mengambil gambar dan mewawancarai salah seorang PR acara ini serta beberapa pengunjung lainnya, saya ikut teman-teman saya untuk pindah ke tempat lain, masih dalam satu wilayah, namun tempat yang satu ini lebih kecil dari tempat sebelumnya. Tempat yang berada di pojok Vintage ini juga tak senyaman tempat yang sebelumnya kami pijaki. Tapi (maaf kalau saya bilang) bagi saya semua tempat di sini tidak masuk dalam standarisasi kenyamanan. Lalu teman saya menawarkan secangkir minuman. Tapi saya menolaknya. Saya bilang padanya, kalau ini adalah pertama kalinya saya datang ke tempat seperti ini. Syukurlah dia memakluminya. Tapi sebenarnya saya jadi tidak enak. Selang berapa menit kemudian, seorang gadis pramusaji Bar tempat kami berdiri membawakan dua gelas minuman. Selintas warnanya mirip jus melon. Lalu mereka menawarkan pada saya. Kali ini sedikit agak memaksa. Tapi tetap pakai nada-nada halus. "Ini gak bikin mabuk, lagian jus melon kok", katanya. Untuk menghindari rasa tidak enak, saya mengarahkan bibir saya ke sedotan yang ada di dalam gelas. Saya pura-pura menyedotnya. Saya cuma khawatir kalau ternyata minuman ini beralkohol.
Makin malam suasana hati saya semakin tidak nyaman. Orang-orang semakin bingar dan liar. Norma-norma tak sempat lagi saya lihat di sini. Kalau sekedar ber'joget' mengikuti irama sang DJ itu sih biasa, tapi hal yang gak biasa buat saya adalah adegan kissing, dan 'jelajah tangan'.

Saya merasa sudah cukup untuk mengetahui dunia malam.Akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke kantor sendirian. Saya beralasan ingin ke toilet. Tapi memang saat keluar tempat itu saya benar-benar ke toilet, karena sejak masuk ke 'kebun penuh lampu' itu saya memang sudah HIV (Hasrat Ingin Vivis), jadi saya tidak berbohong sama mereka.
Setelah keluar lift, saya mendapati beberapa orang yang teler. Sejenak jantung saya tiba-tiba kembali berdegup, keras dan kencang. Dada saya sesak. Alhamdulillah, saya masih terjaga dari kejadian seperti itu. Saya memohon dalam hati, semoga Allah mengampuni dosa-dosa saya, dan memaklumi apa yang baru saja saya lakukan di malam pergantian tahun baru ini.

Semoga saja, malam itu adalah kali pertama dan terakhir bagi saya untuk menginjakkan ke tempat yang 'sumpah' sangat tidak nyaman bagi diri saya. Terima kasih buat teman-teman yang sudah menghapus sebuah tanda tanya besar yang selama ini masih terngiang-ngiang di benak saya.


Ya robb... jagalah diriku
karena hanya pada-Mu sajalah aku mengadu

Comments

Popular Posts